Jayapura, Jubi – Seorang korban kekerasan terkait tuduhan ilmu sihir dan santet (SARV) di sebuah distrik di Provinsi Enga, Papua Nugini, dilaporkan ditolak oleh keluarganya sendiri setelah dia diselamatkan oleh kelompok advokasi keadilan sosial.
Wanita tersebut, seorang ibu empat anak dari Londol di Ambum, disiksa dan dibakar hidup-hidup, menurut laporan Post-Courier. Demikian dikutip jubi.id dari laman internet RNZ Pasifik, Senin (7/4/2025).
Media berita itu melaporkan bahwa dia diselamatkan oleh Caritas Enga, sebuah organisasi yang bekerja dengan masyarakat untuk meningkatkan kesadaran tentang SARV, dan dirawat di rumah sakit selama beberapa bulan.
“Namun, wanita itu ditolak oleh keluarganya sendiri saat dia dibawa oleh tim Caritas ke keluarganya,” kata laporan itu.
“Menurut Caritas Enga, para pemimpin masyarakat bekerja keras untuk membuat keluarga korban berubah pikiran, sementara korban dirawat oleh pendeta paroki setempat di Londol.”
Caritas Enga, kata laporan itu, telah melaksanakan pelatihan advokasi dan inisiatif pembangunan perdamaian untuk mengubah sikap di masyarakat, dan menambahkan bahwa kelompok tersebut telah melaksanakan lebih dari 40 pelatihan semacam itu di Provinsi Enga.
Kekerasan akibat sihir merupakan masalah besar di Papua Nugini, dan meskipun ada seruan untuk undang-undang yang lebih ketat untuk mencegah kekerasan tersebut , pemerintah masih kesulitan untuk menemukan solusinya .
Meskipun jumlah pasti kasusnya sulit dipastikan, akademisi Universitas Nasional Australia Miranda Forsyth menduga “ada ratusan kasus seperti ini setiap tahun”.
“Kami tahu bahwa hal itu berdampak pada berbagai komunitas dengan cara yang berbeda. Dan hal itu menyebar ke provinsi-provinsi yang sebelumnya tidak pernah ada,” katanya kepada Pacific Waves pada Maret 2024 .
Pada bulan Agustus 2024, aktivis Evelyn Kunda, yang memberikan dukungan kepada para penyintas SARV, mengatakan kepada Pacific Waves bahwa pihak berwenang telah mengecewakan mereka.
“Kita betul-betul butuh keadilan, atau hukum harus kuat, baru kemudian masuk ke desa, atau kita harus membuat peraturan daerah di masyarakat,” katanya saat itu. (*)
No comments:
Post a Comment